Ejaan Yang Disempurnakan
I. Pemakaian huruf
A.
Huruf
abjad. Ada 26 yang masing-masing memiliki
jenis huruf besar dan kecil.
B. Huruf
vokal. Ada 5: a, e, i, o, dan u. Tanda
aksen é dapat digunakan pada huruf e jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
C.
Huruf
konsonan. Ada 21: b, c, d, f, g, h, j, k, l,
m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
1.
Huruf c, q, v, w, x, dan y tidak
punya contoh di akhir kata.
2.
Huruf x tidak punya contoh di tengah
kata.
3.
Huruf q dan x digunakan khusus untuk
nama dan keperluan ilmu.
D. Huruf diftong. Ada 3: ai, au, dan oi.
E. Gabungan huruf konsonan. Ada 4: kh, ng, ny, dan
sy.
F. Huruf kapital
1.
Huruf pertama kata pada awal kalimat.
2.
Huruf pertama petikan langsung.
3.
Huruf pertama dalam kata dan
ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata
ganti untuk Tuhan.
4.
Huruf pertama nama gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang
(tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang).
5.
Huruf pertama unsur nama jabatan
yang diikuti nama orang, instansi, atau tempat yang digunakan sebagai pengganti
nama orang (tidak dipakai jika tidak diikuti nama orang, instansi, atau tempat) huruf pertama nama jabatan atau instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
6.
Huruf pertama unsur-unsur nama orang (tidak dipakai pada de, van, der, von, da, bin, atau binti) huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis
atau satuan ukuran (tidak dipakai untuk nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan
ukuran).
7.
Huruf pertama nama bangsa, suku
bangsa, dan bahasa (tidak dipakai untuk nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai
bentuk dasar kata turunan).
8.
Huruf pertama nama tahun, bulan,
hari, hari raya, dan unsur-unsur nama peristiwa sejarah
(tidak dipakai untuk peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama).
9.
Huruf pertama unsur-unsur nama diri
geografi dan unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi (tidak dipakai untuk unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi
dan nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis) nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan
kekhasan budaya.
10. Huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi,
lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas,
seperti dan, oleh, atau, dan untuk (tidak dipakai untuk kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga
ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi).
11. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi,
dan judul karangan.
12. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali
kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak
pada posisi awal.
13. Huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan yang digunakan dengan nama diri.
14. Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang
digunakan dalam penyapaan atau pengacuan (tidak dipakai jika tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan).
15. Huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam
penyapaan.
16. Huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan
misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang
berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.
G. Huruf miring
1.
Menuliskan nama buku, majalah, dan
surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2.
Menegaskan atau mengkhususkan huruf,
bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Menuliskan kata atau ungkapan yang
bukan bahasa Indonesia (Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang
akan dicetak miring digarisbawahi).
Ungkapan asing yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia penulisannya
diperlakukan sebagai kata Indonesia.
H. Huruf tebal
1. Menuliskan judul buku, bab, bagian
bab, daftar isi, daftar tabel, daftar lambang, daftar pustaka, indeks, dan
lampiran.
2. Tidak dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata; untuk keperluan itu
digunakan huruf miring.
3. Menuliskan lema dan sublema serta
untuk menuliskan lambang bilangan yang menyatakan polisemi dalam cetakan kamus.
II. Penulisan kata
A. Kata dasar. Ditulis sebagai satu kesatuan.
B. Kata turunan
1.
Ditulis serangkai dengan kata
dasarnya: dikelola, permainan.
2. Imbuhan ditulis serangkai dengan
kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata
ditulis terpisah jika hanya mendapat awalan atau akhiran: bertanggung jawab,
garis bawahi.
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata
ditulis serangkai jika mendapat awalan dan akhiran sekaligus: pertanggungjawaban.
4. Ditulis serangkai jika salah satu
unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi: adipati, narapidana.
5. Diberi tanda hubung jika bentuk
terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital: non-Indonesia.
6. Ditulis terpisah jika kata maha
sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar: maha
esa, maha pengasih.
C. Bentuk ulang. Ditulis lengkap dengan tanda hubung:
anak-anak, sayur-mayur.
D. Gabungan kata
1.
Ditulis terpisah antarunsurnya: duta
besar, kambing hitam.
2. Dapat ditulis dengan tanda hubung
untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan
pengertian: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
3. Ditulis serangkai untuk 47
pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah,
astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah,
beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti,
darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata,
kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala,
manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal,
paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga,
saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga,
sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria,
syahbandar, titimangsa, wasalam.
E. Suku kata - Pemenggalan kata
1.
Kata dasar
1. Di antara dua vokal berurutan di
tengah kata (diftong tidak pernah diceraikan): ma-in.
2. Sebelum huruf konsonan yang diapit
dua vokal di tengah kata: ba-pak.
3. Di antara dua konsonan yang
berurutan di tengah kata: man-di.
4. Di antara konsonan pertama dan kedua
pada tiga konsonan yang berurutan di tengah kata: ul-tra.
2.
Kata berimbuhan: Sesudah awalan atau
sebelum akhiran: me-rasa-kan.
3.
Gabungan kata: Di antara unsur
pembentuknya: bi-o-gra-fi.
F. Kata depan. di, ke, dan dari
ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali daripada, kepada,
kesampingkan, keluar, kemari, terkemuka.
G. Partikel
1. Partikel -lah, -kah,
dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya: betulkah,
bacalah.
2. Partikel pun ditulis terpisah
dari kata yang mendahuluinya: apa pun, satu kali pun.
3. Partikel pun ditulis
serangkai dengan kata yang mendahuluinya untuk adapun, andaipun, ataupun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun,
meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun.
H. Singkatan dan akronim
1.
Singkatan nama orang, nama gelar,
sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik: A.S. Kramawijaya,
M.B.A.
2.
Singkatan nama resmi lembaga
pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi
yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti dengan tanda titik: DPR, SMA
3.
Singkatan umum yang terdiri atas
tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik: dst., hlm.
4.
Singkatan umum yang terdiri atas dua
huruf diikuti tanda titik pada setiap huruf: a.n., s.d.
5. Lambang kimia, singkatan satuan
ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik: cm,
Cu.
6. Akronim nama diri yang berupa
gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital: ABRI,
PASI.
7. Akronim nama diri yang berupa
gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis
dengan huruf awal huruf kapital: Akabri, Iwapi.
8. Akronim yang bukan nama diri yang
berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil: pemilu, tilang.
I. Angka dan lambang bilangan. Angka dipakai untuk
menyatakan lambang bilangan atau nomor yang lazimnya ditulis dengan angka Arab
atau angka Romawi.
1.
Fungsi
1.
menyatakan (i) ukuran panjang,
berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas,
2.
melambangkan nomor jalan, rumah,
apartemen, atau kamar pada alamat,
3.
menomori bagian karangan dan ayat
kitab suci,
2.
Penulisan
1.
Lambang bilangan utuh dan pecahan
dengan huruf.
2.
Lambang bilangan tingkat.
3.
Lambang bilangan yang mendapat
akhiran -an
4. Ditulis dengan huruf jika dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata, kecuali jika beberapa lambang bilangan
dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
5. Ditulis dengan huruf jika terletak
di awal kalimat. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang
tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal
kalimat.
6.
Dapat dieja sebagian supaya lebih
mudah dibaca bagi bilangan utuh yang besar.
7. Tidak perlu ditulis dengan angka dan
huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan
kuitansi.
8. Jika bilangan dilambangkan dengan
angka dan huruf, penulisannya harus tepat.
J. Kata ganti
1.
Ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya: kusapa, kauberi.
2.
Ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata
yang mendahuluinya: bukuku, miliknya.
K. Kata sandang. si dan sang ditulis
terpisah dari kata yang mengikutinya: sang Kancil, si pengirim.
III. Pemakaian tanda baca
A. Tanda titik
1. Dipakai pada akhir kalimat yang
bukan pertanyaan atau seruan.
2. Dipakai di belakang angka atau huruf
dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar (tidak dipakai jika merupakan yang
terakhir dalam suatu deretan).
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam,
menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
4. Dipakai di antara nama penulis,
judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat
terbit dalam daftar pustaka.
5. Dipakai untuk memisahkan bilangan
ribuan atau kelipatannya (tidak dipakai jika tidak menunjukkan jumlah).
6. Tidak dipakai pada akhir judul yang
merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
7. Tidak dipakai di belakang (1) alamat
pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
B. Tanda koma
1.
Dipakai di antara unsur-unsur dalam
suatu perincian atau pembilangan.
2. Dipakai untuk memisahkan kalimat
setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata
seperti tetapi atau melainkan.
3.
Dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya
(tidak dipakai jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya).
4. Dipakai di belakang kata atau
ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di
dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
5. Dipakai untuk memisahkan kata
seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam
kalimat.
6. Dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain dalam kalimat (tidak dipakai jika petikan langsung
itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru)
7.
Dipakai di antara (i) nama dan
alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
8.
Dipakai untuk menceraikan bagian
nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka
9.
Dipakai di antara bagian-bagian
dalam catatan kaki.
10.
Dipakai di antara nama orang dan
gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri,
keluarga, atau marga.
11.
Dipakai di muka angka persepuluhan
atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
12.
Dipakai untuk mengapit keterangan
tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
13.
Dapat dipakai di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat untuk menghindari salah baca.
C. Tanda titik koma
1.
Dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
2.
Dapat dipakai sebagai pengganti kata
penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
D. Tanda titik dua
1. Dapat dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian (tidak dipakai jika
rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan).
2.
Dipakai sesudah kata atau ungkapan
yang memerlukan pemerian.
3.
Dapat dipakai dalam teks drama
sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
4. Dipakai (i) di antara jilid atau
nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di
antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit
buku acuan dalam karangan.
E. Tanda hubung
1. Dipakai untuk menyambung suku-suku
kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris (Suku kata yang berupa satu
vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris).
2.
Dipakai untuk menyambung awalan
dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya
pada pergantian baris (Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu
huruf saja pada pangkal baris).
3.
Dipakai untuk menyambung unsur-unsur
kata ulang.
4.
Dipakai untuk menyambung huruf kata
yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
5. Dapat dipakai untuk memperjelas (i)
hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian
kelompok kata.
6. Dipakai untuk merangkaikan (i) se-
dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan
angka, (iii) angka dengan -an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan
atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap.
7.
Dipakai untuk merangkaikan unsur
bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
F. Tanda pisah
1. Dipakai untuk membatasi penyisipan
kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
2. Dipakai untuk menegaskan adanya
keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih
jelas.
3.
Dipakai di antara dua bilangan atau
tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'
4. Dalam pengetikan, tanda pisah
dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda tanya
1.
Dipakai pada akhir kalimat tanya.
2.
Dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan
kebenarannya.
H. Tanda seru
1. Dipakai sesudah ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,
ataupun rasa emosi yang kuat.
I. Tanda elipsis
1.
Dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus.
2. Dipakai untuk menunjukkan bahwa
dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
3.
Jika bagian yang dihilangk.an
mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk
menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
J. Tanda petik
1.
mengapit petikan langsung yang
berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
2.
mengapit judul syair, karangan, atau
bab buku yang dipakai dalam kalimat.
3.
mengapit istilah ilmiah yang kurang
dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
4.
Tanda petik penutup mengikuti tanda
baca yang mengakhiri petikan langsung.
5.
Tanda baca penutup kalimat atau
bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau
ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
6.
Tanda petik pembuka dan tanda petik
penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
K. Tanda petik tunggal
1.
mengapit petikan yang tersusun di
dalam petikan lain.
2.
mengapit makna, terjemahan, atau
penjelasan kata atau ungkapan asing.
L. Tanda kurung
1.
mengapit keterangan atau penjelasan.
2.
mengapit keterangan atau penjelasan
yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
3.
mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
4.
mengapit angka atau huruf yang
memerinci satu urutan keterangan.
M. Tanda kurung siku
1.
mengapit huruf, kata, atau kelompok
kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang
ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli.
2.
mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung.
N. Tanda garis miring
1.
dipakai di dalam nomor surat dan
nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim.
2.
dipakai sebagai pengganti kata atau,
tiap.
O. Tanda penyingkat
1.
menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun.
|
No comments:
Post a Comment