A.
Pengertian Materi Pendidikan Islam
Sebelum mengacu
pada materi pendidikan Islam, alangkah lebih baik kita mengenal devinisi pendidikan
Islam itu sendiri. Menurut Ahmad D. Marimba merumuskan pendidikan
sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama. [1]
Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah usaha
untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
ajaran islam untuk mewujudkan persatuan nasional.
Pada hakikatnya
antara materi dan kurikulum mengandung arti sama, yaitu bahan-bahan pelajaran
yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu system institusioanal
pendidikan.
Kurikulum berasal dari istilah Yunani “currere” yang berarti
“batasan”. Istilah kurikulum dikemukakan pertama kalinya dalam kamus Webster
tahun 1856. Pada tahun tersebut, kurikulum digunakan dalam bidang olahraga, yakni
batasan dari mulai start sampai finish. Dalam kamus tersebut kurikulum dapat diartikan
menjadi dua macam, yaitu:
1.
Sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa
disekolah atau perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2.
Sejumlah mata pelajaran yang ditaarkan oleh suatu lembaga
pendidikan atau jurusan.
Definisi lebih
rinci tentang kurikulum dirumuskan oleh Tanner (1980: 30) yang
mengartikan sebagai: 1) The cumulative tradition of organized knowledge; 2)
Modes of thought; 3) Race experience; 4) Guided experience; 5) A planned
learning environment; 6) Cognitive, affective content and process 7) An
instructional plan; 8) Intructiona ends and out comes, and; 9) A Tegnological
system of production.[2]
Dari definisi
diatas dapat dipahami bahwa kurikulum adalah suatu rencana yang sengaja
dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan dalam pendidikan. Dulu, kurikulum
dapat diartikan sebagai “rencana pelajaran” yang merupakan salah satu komponen
dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (paling tidak diketahui) oleh
seorang guru atau calon guru. Namun, dalam pandangan modern kurikulum bukan
hanya sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Pandangan modern
berpendapat, kurikulum adalah “pengalaman belajar” yang banyak berpengaruh
dalam pendewasaan anak.
Dalam ilmu
pendidikan Islam, kurikulum merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan yang
diproses didalam sistem kependidikan Islam dan juga berfungsi sebagai alat
pencapai tujuan pendidikan Islam.
Dengan
demikian, kurikulum adalah rencana yang digunakan dalam proses belajar-mengajar
untuk mencapai tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Sedangkan kurikulum yang
harus disusun dalam pendidikan Islam yaitu sebagai suatu rangkaian program yang
mengarahkan kegiatan belajar-mengajar secara terencana, sistematis, dan
mencerminkan cita-cita para pendidik sebagai pembawa norma islami.
Dapat diketahui
bahwa suatu kurikulum mengandung atau terdiri atas komponen-komponen, yaitu
a.
Tujuan,
b.
Isi,
c.
Metode atau proses belajar mengajar,
d.
Evalusi.
Komponen-komponen
tersebut saling berkaitan. Komponen tujuan mengarahkan atau menunjukkan sesuatu
yang hendak dituju dalam proses belajar mengajar. Tujuan ini dirumuskan dalam
rencana pengajaran yang sering disebut persiapan mengajar. Kemudian,
komponen isi menunjukkan materi proses belajar-mengajar yang relevan dengan
tujuan pengajaran yang telah dirumuskan tadi. Komponen belajar-mengajar mempertimbangankan kegiatan anak-anak dan
guru dalam proes belajar-mengajar. Mutu proses ini banyak sekali bergantung
pada kemampuan guru dalam menguasai dan mengaplikasikan teori-teori keilmuan.
Sedangkan komponen evaluasi adalah penilaian untuk mengetahui berapa persen
tujuan yang dapat dicapai. Hasil penilaian ini biasanya berupa angka yang
dicapai siswa. Feed-back dari penilaian tersebut banyak juga. Dari
penilain itu kita mengetahui pencapaian tujuan. Bila tingkat pencapaian rendah,
maka harus memerika proses belajar mengajar. Mungkin terdapat kekurangan
disini. Atau kita juga bisa mempertimbangkan kembali isi pengajaran. Mungkin
isi kurang relevan dengan tujuan. Bahkan mungkin kita harus merevisi rumusan
tujuan. Mungkin rumusan kurang jelas, terlalu dalam, atau terlalu luas. Atau
mungkin kita harus melihat lagi teknik dan alat evaluasi, karena mungkin teknik
dan alatnya kurang tepat.
B.
Konsepsi Islam tentang Pengetahuan
Salah satu gagasan yang paling canggih, komprehensif, dan mendalam
yang dapat ditemukan didalam Al-Qur’an adalah konsep ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan berfungsi sebagai tonggak kebudayaan dan peradaban muslim. Dalam
sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam seluruh
lapisan masyarakat dan mengungkap dirinya dalam sebuah upaya intelektual.
Dalam hadits
dijelaskan, Sabda Rasulullah: “Barang
siapa yang menginginkan dunia (kebahagian hidup di dunia), maka hendaklah ia
menguasai ilmunya, dan barang siapa menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup
diakhirat), hendaklah ia menguasai ilmunya, dan barangsiapa menghendaki
keduanya, maka hendaklah ia menguaai ilmu keduanya”. (Hadits Nabi)
Menurut Ziauddin
Sardar, yang pendapatnya diilhami dengan ide-ide jenial Syed Muhammad
Naquib al-Attas mengaitkan ilmu dengan adil. Sebab konsep ilmu menyeluruh dan
membentuk pandangan umat Islam. Sejak awal, islam benar-benar mengisyaratkan
bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban agama.[3]
Sungguh Islam menempatkan ilmu sejajar dengan adil, menuntut ilmu
sama pentingnya dengan menuntut keadilan. Karena pada hakikatnya, adil
merupakan keadilan distributif, maka ilmu pun merupakan ilmu distributif.
Maka, berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan bahwa ilmu
pengetahuan dalam paradigma Islam meliputi:
1.
Kedudukan Ilmu Pengetahuan
Berikut merupakan uraian kedudukan ilmu pengetahuan dalam
perspektif Islam, yaitu:
a)
Manusia diangkat sebagai khalifatullah (penguasa), dan dibedakan
dari makhluk yang lain karena ilmunya.
b)
Hakikat manusia tidak terpisah dari kemampuannya untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan.
c)
Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah dan hanya dapat direnungkan
atau dimengerti maknanya oleh orang-orang yang berilmu.
d)
Al-Qur’an memberikan isyarat bahwa yang berhak memimpin umat ialah
yang memiliki pengetahuan.
e)
Allah melarang manusia mengikuti suatu perbuatan tanpa memiliki
ilmu mengenainya.
2.
Sumber Ilmu Pengetahuan
Ada empat sumber yang ditunjukkan Al-Qur’an untuk memperoleh
pengetahuan bagi manusia, antara lain:
a)
Al-Qur’an dan Assunnah.
b)
Alam Semesta
c)
Manusia adalah sumber ketiga ilmu.
d)
Sejarah umat manusia.
3.
Metode Keilmuan
Untuk memperoleh pengetahuan, manusia bisa menempuh melalui dua
cara yaitu:
a)
Jalur Ilahiyah (ilmu pengetahuan yang diwahyukan).
b)
Jalur Insaniyah, yaitu manusia mendapat ilmunya setelah melalui
proses pencarian ilmu dengan berolah fikir, berolah jiwa, berolah indera,
maupun dengan cara berolah raga.
4.
Etika Islam terhadap
Pengembangan Iptek
Teknologi sangat berguna dalam kehidupan manusia. Karena teknologi
dapat digunakan seperti teknologi pertanian, teknologi kesehatan, teknologi
industri, teknologi pengairan, teknologi transportasi, teknolgi komunikasi,
teknologi pangan, teknologi persenjataan dan sebagainya, yang dari tahun
ketahun semakin meningkat baik secara kuantitas maupun kualitas.
C.
Jenis dan Klasifikasi Pengetahuan Manusia Menurut Islam
Semua jenis ilmu yang dikembangkan para ahli pikir Islam dari
kandungan Al-Quran dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang bersumber dari Al-Quran
meliputi sebaga berikut:
1.
Ilmu bahasa.
2.
Logika
3.
Sains pesiapan dari ilmu berhitung, geometri, optika, sains tentang
benda-benda samawi seperti astronom; ilmu pengukuran (timbangan), ilmu tentang pembuatan
instrumen-instrumen, dan sebagainya.
4.
Fisika (ilmu alam) dan metafisika (ilmu tentang alamdi balik alam
nyata).
Ilmu fisika terdiri dari berbagai jenis ilmu seperti ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan benda alam, dan elemen-elemennya, ciri-ciri dan hukumnya,
serta faktor-faktor yang merusaknya, tentang reaki unsur-unsur dalam benda atau
sifat-sifatnya yang membentuk benda itu, ilmu-ilmu mineral,
tumbuhan-tumbuhan,dan hewan.
Sedangkan ilmu metafisika meliputi ilmu tentang hakikat benda, ilmu
tentang sains khusus dan sains pengamatan, ilmu tentang benda yang tidak
berjasad.
5.
Ilmu kemasyarakatan terdiri dari jurisprudensi (hukum atau
syariah) dan ilmu retorika (ilmu berpidato).
Menurut
pandangan Prof. Dr. Mohammad Fadhil al-Djamaly, semua jenis ilmu yang terkandung
di dalam Al-Quran harus diajarkan kepada anak didik. Ilmu-ilmu tersebut
meliputi: ilmu agama, sejarah, ilmu falak, ilmu bumi, ilmu jiwa, ilmu
kedoketran, ilmu pertanian, biologi, ilmu hitung, ilmu hukum,
perundang-undangan, ilmu kemasyarakatan (sosiologi), ilmu ekonomi, balaghah,
ilmu bahsa Arab, ilmu pembelaan Negara, dan ilmu yang dapat mengembangkan
kehidupan umat manusia dan mempertinggi derajatnya. [4]
Klasifikasi
Ibnu Khaldun tentang ilmu-ilmu dasar pengetahuan Islam yang bersumber dari
Al-Quran meliputi sebagai berikut:
1.
Ilmu pengetahuan filosofis dan intelektual
Semua ilmu pengetahuan dapat dipelajari oleh manusia melalui akal
pikira dan penalarannya yang bersifat alami, yang terbawa sejak lahir. Ilmu-ilmu
ini terdiri dari logika, fisika, medis, pertanian, metafisika, serta ilmu yang
berkaitan dengan kuantitas, misalnya geometrid an aritmetika. Begitu pula ilmu
music, astronomi, dan astrologi.
2.
Ilmu-ilmu pengetahuan yang disampaikan (transmitted sciences)
Ilmu tersebut terdiri dari ilmu Al-Quran, tafsir dan tajwid, ilmu
hadits, ilmu fikih, teologi (ilmu ketuhanan), dan bahasa.
Ibnu Khaldun kemudian membagi ilmu
dengan tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
1.
Ilmu naqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari Al-Qur’an dan ilmu-ilmu
agama lainnya. Seperti ilmu fiqh untuk mengetahui kewajiban-kewajiban
beribadah.
2.
Ilmu aqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia,
seperti ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu logika, ilmu matematika.
3.
Ilmu lisan (linguistik), seperti ilmu adab (sastra), ilmu nahwu,
syair-syair.
Jenis-jenis
ilmu pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai berikut:
1.
Ilmu pengetahuan menurut kuantitas yang mempelajari
a.
Ilmu fardhu’ain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim
yang bersumber dari Kitab Allah.
b.
Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagian
orang muslim, seperti ilmu yang
berkaitan dengan masalah duniawi, misalnya ilmu hitung, kedokteran, teknik,
pertanian, industry, dan sebagainya.
2.
Ilmu pengetahuan menurut fungsinya
a.
Ilmu tercela (madzmumah), yaitu ilmu yang tidak berguna untuk
masalah dunia dan masalah akhirat, serta mendatangankan kerusakan, misalnya
ilmu sihir, nuqomah, nujum dan ilmu perdukunan.
b.
Ilmu terpuji (mahmudah), yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat
menyucikan jiwa dan menghindarkan hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat
mendekati diri manusia kepada Allah SWT.
c.
Ilmu terpuji dalam batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari
secara mendalam, karena akan mendatangkan ateis (ilhad) seperti ilmu filsafat.
(Saad Mursi Ahmad dan Sa’id Ismail Ali, 1974: 128)
3.
Ilmu pengetahuan menurut sumbernya
a.
Ilmu syar’iyyah yaitu ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu Illahi dan
sabda Nabi Muhammad SAW.
b.
Ilmu ‘aqliyyah yaitu ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah
mengadakan eksperimen serta akulturasi.
Menurut Ibnu
Sina, Ilmu pengetahuan ada 2 jenis yaitu, ilmu Nadhory ( teoritis ) dan
ilmu Amaly ( praktis ). Yang tergolong ilmu nadhory ialah ilmu alam, dan
ilmu Riyadhi ( ilmu uray atau matematika ). Adapun ilmu amaly adalah
ilmu yang membahas tentang tingkah laku manusia dilihat dari segi tingkah laku
individunya. Ilmu ini menyangkut ilmu ahlaq. Dan bila di lihat dari segi
tingkah laku dalam hubungannya dengan orang lain, maka ilmu ini termasuk ilmu
siasat ( politik ).
D.
Pengetahuan Yang Harus Menjadi Materi Pendidikan Dalam Islam
Al Gazzaly mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus
dipelajari di sekolah sebagai berikut:
a.
Ilmu Al-Qur’an dan ilmu agama seperti Fiqh, Hadits, dan Tafsir.
b.
Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj dan lafadz-lafadznya, karena
ilmu ini membantu ilmu agama.
c.
Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah yaitu ilmu kedokteran, matematika,
teknologi yang beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.
d.
Ilmu kebudayaan seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang
filsafat.
Dari uraian di
atas, maka harus dijadikan sub-tansi kurikulum lembaga-lembaga Pendidikan
Islam, meskipun bentuknya harus diadakan modifikasi, formulasi ataupun
penyempurnaan sesuai dengan tuntutan masyarakat setempat dan kebutuhannya,
mengingat lembaga pendidikan adalah cermin dari cita-cita masyarakat.
No comments:
Post a Comment